Rekateks UII - Berita Terkini Event

Untuk menambah wawasan dari luar ruang perkuliahan, Program Studi (Prodi) Rekayasa Tekstil UII menyelenggarakan kuliah tamu setiap semester. Kuliah tamu ini diisi oleh akademisi dan praktisi dari luar kampus, serta terbuka untuk umum, dalam arti tidak terbatas pada sivitas akademika UII yang dapat mengikutinya. Pada semester genap 2020/2021, kuliah tamu pertama telah dilaksanakan hari Kamis (18/03/2021) melalui Zoom Meeting. Bertindak sebagai pemateri adalah Prof. Dr. Nurul Taufiqu Rochman, M.Eng., Ph.D. selaku Kepala Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI yang juga merupakan pakar nanoteknologi dengan 15 paten.

Poster kuliah tamu Prodi Rekayasa Tekstil UII 18/03/2021

“Semua makhluk hidup, walau bahan bakunya sama, namun strukturnya berbeda,” kata Prof. Nurul mengawali pemaparannya. Dalam struktur tersebut, perbedaan susunan dan jumlah zat yang ada dapat mempengaruhi sifat suatu benda atau karakter makhluk hidup. Seperti misalnya daun lotus (bunga teratai), dalam skala mikroskopik yang teramat kecil, terlihat semacam gerigi di permukaan daun yang menjadi jawaban mengapa air tidak dapat membasahi daun lotus. Fenomena ini dijadikan konsep dasar merancang produk, contohnya sarung tangan anti air.

Sejauh ini, nanoteknologi telah diaplikasikan Prof. Nurul dan rekan-rekannya dalam bidang pangan, kosmetik, dan material. Nanoteknologi telah berhasil meningkatkan nilai tambah suatu produk. Jika kunyit yang dijual di pasar tradisional atau pasar swalayan, kisaran harganya ribuan, maka dengan nanoteknologi, kisaran harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Contoh lainnya, pasir besi. Dengan nanoteknologi, harga jualnya juga bertambah dari ribuan hingga jutaan. “Tapi biar saya saja yang jualan seperti ini, nanti kalau Anda ikut, saya rugi,” seloroh Prof. Nurul.

Pemaparan materi kuliah tamu Prodi Rekayasa Tekstil UII 18/03/2021

Terkait aplikasi nanoteknologi di bidang tekstil, Prof. Nurul mengemukakan bahwa potensi yang ada cukup menjanjikan bagi Indonesia. Pertama, bisa diterapkan pada kaos kaki anti air. Hal ini salah satunya bertujuan agar kita tidak perlu repot melepas dan memasang kaos kaki saat berwudhu hendak melaksanakan shalat. Kedua, bisa diterapkan pada pakaian tolak air. Hal ini salah satunya mengingat Indonesia sebagai negara beriklim tropis dengan curah hujan cukup tinggi, sehingga untuk memudahkan mobilitas masyarakat jika dalam kondisi hujan deras.

“Selanjutnya, sinar matahari di negara kita cukup terik, nanoteknologi bisa digunakan untuk anti ultraviolet,” terang Prof. Nurul. Terkait pandemi Covid-19, lulusan Kagoshima University, Jepang, ini menambahkan jika nanoteknologi juga bisa diterapkan sebagai nanofilter pada bahan masker. Tak kalah penting, nanoteknologi bisa diterapkan pada powder technology untuk zat warna. “Jadi kalau hasil pewarnaan tekstil kurang terang, nanoteknologi bisa membuat ukuran zat warna lebih kecil dan lebih halus, sehingga warnanya bisa lebih tajam,” lanjut Prof. Nurul.

Peserta kuliah tamu Prodi Rekayasa Tekstil UII 18/03/2021

Terkait zat warna tadi, nanoteknologi pun bisa dikembangkan untuk material pewarna alami. Selain tidak berbahaya bagi lingkungan jika dibandingkan pewarna sintetis, potensi kekayaan alam di Indonesia juga luar biasa untuk pewarna alami. Nanoteknologi memiliki prospek bisnis yang menjanjikan dengan nilai market kurang lebih 14,8 triliun US Dollar atau sekitar 200 triliun Rupiah. Sampai hari ini, industri pengelola bahan baku yang menjadi pemain di kancah global didominasi oleh negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan di Asia ada Jepang dan Korea.

Lantas, bagaimana langkah pengembangan nanoteknologi? Selain tentunya meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan, langkah pengembangan dapat dimulai dengan menentukan terlebih dahulu jenis bahan baku apa yang akan dimanfaatkan, kemudian melakukan analisa atau karakterisasi untuk mengetahui sifat-sifat yang dihasilkan dari produk dengan bahan baku tersebut, baru setelahnya merencanakan untuk melakukan proses produksi secara bertahap. (ASB)

Rekateks UII - Berita Terkini

Tak jarang saat ingin berwirausaha, sebagian kita bingung memulainya dari mana. Sebagai pelajar dan mahasiswa, tak sedikit yang khawatir pendidikan nantinya keteteran. Ada pula yang ragu, bisakah bisnis dan kuliah jalan bersamaan? Untuk membahasnya, Program Studi (Prodi) Rekayasa Tekstil UII mengadakan webinar dengan judul “Bisnis Generasi Milenial, Kuliah Tetap Berprestasi.” Acara yang diikuti sedikitnya 100 peserta ini berlangsung Sabtu (13/03/21) melalui Zoom Meeting dan YouTube Live Streaming. Bertindak sebagai narasumber adalah Diajeng Lestari selaku CEO Hijup dan Rosa Akhirunnisa selaku Creative Director Acuan Kreatif.

Webinar Pertama Prodi Rekayasa Tekstil UII di Tahun 2021

Mengawali perbincangan, Diajeng Lestari bercerita bahwa tahun 2016 saat Hijup mengikuti London Fashion Week, ia bertemu salah seorang mahasiswa dari jurusan future textile. “Saya berpikir, kok di Indonesia nggak ada ya. Alhamdulillah sekarang sudah ada di Indonesia ini Rekayasa Tekstil UII,” kata Diajeng. Harapannya, prodi ini bisa menjadi pionir untuk menemukan bahan-bahan baru karena kekayaan alam Indonesia yang luar biasa. Dengan berkembangnya sustainable fashion, bahan-bahan yang ramah lingkungan merupakan peluang riset yang menjanjikan.

Berikutnya disampaikan bahwa konsep bisnis Hijup adalah menyediakan platform untuk menjembatani fashion designer dan customer. Strategi yang banyak digunakan adalah media sosial karena modalnya tidak terlalu besar. Diajeng Lestari memulai usaha ketika usianya 25 tahun. Lalu apa saja formulanya untuk jadi seorang entrepreneur? Pertama, jujur. Pada saat itu banyak anggapan bahwa perempuan berhijab itu terkesan kuno, tidak fashionable, dan tidak berpenampilan menarik. Diajeng punya misi, kalau ada make-up, kenapa tidak hijab-up.

Penyampaian materi webinar oleh Diajeng Lestari, CEO Hijup

“Kita ingat hadits Rasulullah Saw bahwa segala sesuatu tergantung niat. Temukan dulu why-nya, kita suka atau nggak,” terang Diajeng. Kedua, inovatif, yaitu mencari nilai baru dari suatu hal yang sudah ada, seperti memindahkan belanja offline ke belanja online. Kemudian ketiga, lakukan saja. Sebab kita butuh pengalaman, dari situ bisa mendapat banyak pelajaran. Keempat, unik, yaitu berbeda dari yang lain, seperti hijab yang hanya disediakan untuk busana muslimah. Kelima, berdoa. “Kita meminta petunjuk dari Allah bahwa apa yang dilakukan sebagai bentuk syukur untuk bisa beribadah dan memanfaatkan potensi dari-Nya,” lanjut Diajeng.

Senada dengan hal tersebut, Rosa Akhirunnisa mengemukakan bahwa dalam berwirausaha yang terpenting adalah memulainya dari niat dalam diri sendiri. Daripada bingung memikirkan modal, menyusun proposal bisnis itu seperti apa, mencari investor bisnis itu bagaimana, dan mempertanyakan bisakah nanti lulus tepat waktu dengan IPK bagus atau tidak, yang terpenting adalah niat itu sudah ada atau belum. “Ketika memulai sesuatu, shalat dari niatnya. Ketika niat itu sudah ada dan sudah benar, insya Allah nanti ada jalannya,” tutur Rosa. Saat mulai berbisnis dulu, ia mengaku ingin belajar dan punya penghasilan tambahan.

Penyampaian materi webinar oleh Rosa Akhirunnisa, Creative Director Acuan Kreatif

“Mbak Diajeng memulai dari ruangan 3 x 3 meter persegi bersama tiga orang, dulu saya pun juga begitu, memulai dengan satu orang teman saya,” cerita Rosa. Semua pasti dimulai dari nol, sehingga kita tidak perlu berkecil hati saat memulai, yang terpenting seberapa besar niat itu ada untuk merealisasikan mimpi-mimpi. Rosa sewaktu SD berjualan kertas binder, smartphone saat itu belum tren. Ia dan teman-teman senang mengisi biodata di kertas binder, hal ini pun dilihat sebagai peluang. Rosa memulai bisnis fashion dengan menjadi reseller atau dropshipper.

Sembari berwirausaha, semasa kuliah dulu di satu sisi Rosa perlu menjaga IPK untuk tetap mempertahankan beasiswa. Mahasiswi yang kuliah dengan beasiswa penuh ini menjadi asisten dosen untuk menambah pengalaman, mengikuti kepanitiaan untuk menambah relasi, mengikuti organisasi untuk tahu cara mengelola komunitas, serta mengikuti student exchange dan PIMNAS. “Kembali lagi ke niatnya. Kalau ada keluhan ‘yah capek mbak, mau mikirin jualan nggak sempet’, tapi kalo niat banget, perasaan capek itu akan hilang dengan sendirinya,” pesan Rosa.

Dalam menyikapi kegagalan salah seorang peserta webinar yang mengajukan pertanyaan, Rosa berbagi tips untuk mengubah cara pandang, “Kegagalan itu jangan dilihat angkanya, ‘oh dua kali sudah banyak’, jangan. Kita melihat polanya begini, ‘oh aku dua kali diberi kesempatan belajar sama Allah, dari yang pertama aku gagal karena…, dari yang kedua aku gagal disebabkan…, nah solusinya adalah …’.” Kalau tekun, konsisten, dan fokus, nanti hasilnya akan mengikuti. Jangan pernah berhenti karena siapa tahu satu sentimeter lagi sudah keberhasilan. (ASB)