Webinar: Strategi Memilih Jurusan Kuliah yang Ideal
Berdasarkan hasil sebuah riset, delapan dari sepuluh perusahaan di Indonesia kesulitan untuk mendapatkan lulusan perguruan tinggi siap pakai. Apakah kuliah dan bekerja, keduanya bisa sejalan? Untuk membahasnya, Program Studi (Prodi) Rekayasa Tekstil UII mengadakan webinar dengan judul “Strategi Memilih Jurusan Kuliah yang Ideal.” Acara yang diikuti sedikitnya 80 peserta ini berlangsung Sabtu (10/04/21) melalui Zoom Meeting dan YouTube Live Streaming. Bertindak sebagai narasumber adalah Ratna Syifa’a Rachmahana selaku Dosen Prodi Psikologi FPISB UII dan Ahmad Satria Budiman selaku Dosen Prodi Rekayasa Tekstil FTI UII.
Sebagai pengantar, Ibu Ratna menyampaikan bahwa kuliah itu tidak seperti kita beli baju yang kalau ternyata kekecilan mungkin bisa dikasih ke orang atau kalau kebesaran bisa dijahit untuk dikecilkan sesuai tubuh kita. Kuliah tidak seperti itu, kuliah membutuhkan usaha yang membuat kita harus hati-hati dan teliti. Kita akan membutuhkan waktu dan biaya tidak sedikit, uang bisa dicari, tapi waktu tidak pernah bisa kembali. Oleh karena itu, penting sekali untuk mempertimbangkan dengan baik ke mana akan melangkah setelah lulus SMA/SMK/MA.
Kita biasanya memiliki dua pilihan, mau kerja atau kuliah. Dua-duanya tidak ringan. Pertama, mengapa harus kerja, mengapa harus kuliah. Kedua, di mana kita mau kerja, di mana kita mau kuliah. Kemudian yang ketiga, bagaimana kita kerja, bagaimana kita kuliah. “Apakah kita tertarik untuk mengambil program studi yang cepat lulus, atau tertarik untuk jadi ilmuwan ambil S1, S2, dan seterusnya,” kata Ibu Ratna. Ketiga pertanyaan besar tersebut perlu dijawab terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan dan bisa dibantu penyelesaiannya dengan analisis SWOT.
Analisis dimulai dari strength (S)/kekuatan dan weakness (W)/kelemahan. Di sini, keduanya merupakan bagian internal dari diri kita, sehingga kita mulai dengan mengkaji dari dalam diri. Untuk kekuatan, kita bisa melihat hal-hal positif dalam diri, seperti mata pelajaran favorit dan prestasi akademik maupun non-akademik. Berikutnya untuk kelemahan, kita bisa melihat dari hal-hal yang kurang disukai dan prestasi terendah meski sudah berusaha maksimal. “Kita sudah belajar biologi mati-matian, tapi kok nilainya paling banter 7, di matematika nggak terlalu niat gampang dapat 8, jadi kita ambil jurusan yang tidak banyak biologi,” terang Ibu Ratna.
Kemudian berlanjut ke opportunities (O)/peluang dan threats (T)/hambatan. Jurusan kuliah dapat dipilih berdasarkan peluang, antara lain kampus-kampus yang terbaik. Idealnya dengan melihat profil jurusan, alumni, fasilitas, dan peluang kerja setelah lulus. Sementara hambatan untuk memilih jurusan, antara lain biaya kuliah seperti ada beasiswa atau tidak, serta persaingan masuk. Semakin favorit, biasanya semakin kecil peluang, tapi sebetulnya hambatan bukan untuk dihindari, melainkan untuk diatasi. Pada akhirnya setelah ada keputusan jurusan, tiga hal yang perlu dilakukan adalah niat yang tepat, komitmen yang kuat, dan usaha yang hebat.
Tidak jauh berbeda dengan analisis SWOT, Pak Budi mengemukakan bahwa memilih jurusan kuliah dapat dilakukan dengan mengenal diri sendiri. Kita tanyakan terlebih dahulu “apa yang saya mau dan apa yang saya bisa” pada diri sendiri, setelah itu kita bisa menentukan minat dan bakat kita ada di mana. Pertimbangan peluang masa depan juga penting, seperti arah karir, capaian kerja, relasi sosial, dan pola hidup, terkait dengan apa yang dilakukan setelah lulus dari jurusan tersebut. Jurusan kuliah bisa ditentukan melalui diskusi dengan teman, guru, atau kerabat, tes psikologi (psikotes), dan tes sidik jari, dengan plus minus masing-masing.
“Pada akhirnya, di mana pun kuliah tidak jauh berbeda karena kita hanya perlu tekun dan teguh menjalaninya, kuliah hanya gerbang awal, setelah itu ada proses-proses hidup lain yang akan dihadapi,” sambung Pak Budi. Narasumber kedua ini juga berbagi pengalaman tentang kegagalannya mengikuti SNMPTN, “Itu sama seperti UTBK kalau sekarang. Saya maksimalkan seluruh kesempatan yang ada saat itu selama tiga tahun untuk ikut SNMPTN, namun tidak ada yang lolos.” Ketika gagal, bukan berarti kita bodoh, kesempatan kita disediakan Allah di tempat lain. Kita perlu mengubah kegagalan jadi peluang, antara lain kejar alternatif selain PTN. (ASB)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!