Webinar: Persiapkan Diri Menghadapi Dunia Kerja
Tak bisa dipungkiri bahwa kita sedang berada dalam dua fase disrupsi, yaitu Revolusi Industri 4.0 dan Pandemi Covid-19. Apa saja yang sebenarnya perlu dipersiapkan untuk menghadapi tantangan dunia kerja? Berangkat dari hal tersebut, Program Studi (Prodi) Rekayasa Tekstil UII mengadakan webinar dengan judul “Persiapkan Diri Menghadapi Dunia Kerja”. Acara yang diikuti sedikitnya 120 peserta ini berlangsung Sabtu (03/07/21) melalui Zoom Meeting dan YouTube Live Streaming. Bertindak sebagai narasumber adalah Yoski dan Galang Galih Gibran, keduanya alumni Prodi Rekayasa Tekstil UII yang saat ini berkarir profesional.
“Saya bekerja di salah satu perusahaan Jepang dari tahun 2017 sampai sekarang, serta ada freelance project yang masih on-going,” kata Yoski mengawali ceritanya. Apa yang dicapainya saat ini tak lepas dari pengalaman sekolah, mulai dari S1 di Prodi Rekayasa Tekstil UII sampai memperoleh beasiswa S2 di Thailand dan Amerika Serikat dengan bidang ilmu polimer. Semasa kuliah tersebut, Yoski memiliki banyak pengalaman organisasi yang mengasah hard skill dan soft skill, dua kemampuan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dunia kerja. Sistem terkomputerisasi menurutnya adalah yang paling dirasakan cukup memudahkan pekerjaan.
Berdasarkan pengalamannya terkait hard skill, gelar sarjana masih dibutuhkan sebagai syarat kerja di Indonesia. Kemampuan berbahasa juga demikian, terutama diharuskan bisa berbahasa Inggris. “Yang saya rasakan, karena perusahaan Jepang, tapi saya tidak bisa berbahasa Jepang, maka akan berbeda salary-nya dengan yang bisa berbahasa Jepang,” lanjut Yoski. Kita pun wajib bisa mengoperasikan komputer dan beberapa software tertentu, serta paham digital marketing dan dasar-dasar internet seperti meeting daring. Kita wajib belajar entrepreneurship sebagai hal yang juga penting, agar bisa bertahan di berbagai macam kondisi dan perubahan situasi.
Sementara itu terkait soft skill, untuk fresh graduate tidak boleh menyerah. “Karena lulusan ini, harus perusahaan ini; itu kita tidak boleh terlalu idealis, seandainya seperti itu kita akan ketinggalan,” pesan Yoski. Selama cocok, jalani saja dulu, sambil berjalan menyesuaikan. Lalu kita wajib belajar leadership, sebab diinginkan atau tidak, ada jenjang karir yang mengharuskan kita jadi pimpinan. Berikutnya kita harus bisa berkomunikasi dengan atasan dan bawahan, bisa public speaking supaya tidak jalan di tempat, dan bisa beradaptasi dengan kondisi kerja ataupun karakter orang. Sebagai pelengkap, Yoski berbagi tips dan trik sukses di Rekayasa Tekstil UII.
“Sekarang saya bekerja dan tinggal di Belanda, perusahaannya sendiri adalah tekstil kimia yang juga memiliki pabrik di China dan Thailand, serta menjual produk di Indonesia,” kata Galang sebagai pembicara selanjutnya. Apa yang dicapainya saat ini pun tak lepas dari pengalaman studi S1 di Prodi Rekayasa Tekstil UII selama tiga tahun dan memperoleh beasiswa double degree untuk belajar di Belanda selama satu tahun. Disrupsi yang terjadi menurutnya dapat dimaknai sebagai dua hal berbeda, yaitu apakah bisa menjadi challenge atau merupakan opportunity. Seperti siklus, setiap kali mengalami krisis, selalu ada perubahan besar yang perlu disikapi.
“Dari pengalaman saya, kemampuan beradaptasi itu sangat diuji,” sambung Galang. Terlebih lagi, masalah terbesar ketika kita bekerja justru bukan dari menyelesaikan pekerjaan itu sendiri. Sebab apa yang dipelajari di kampus bisa diterapkan di dunia kerja, tetapi ada cultural difference seperti gap umur, perbedaan pola pikir, dan ethical culture, itu yang lebih dihadapi. Senada dengan Yoski, Galang bercerita bahwa peluang kerja belum tentu selalu sesuai dengan yang diinginkan sehingga kita perlu terbuka untuk mempelajari hal-hal baru serta beradaptasi. “Pada intinya, semua ilmu itu pasti berguna, tinggal bagaimana menerapkannya,” pesan Galang.
Keterampilan berbahasa juga diperlukan di dunia kerja. CEO di tempat Galang bekerja diganti dengan yang bisa berbahasa Mandarin karena Cina mulai menjadi pusat perekonomian dunia. Etika dalam bersosialisasi dan berkomunikasi juga diperlukan. Dalam era digital saat ini, bukan hanya etika tatap muka secara offline melainkan juga secara online seperti menulis profil diri, mengirim email/surel, dan melakukan conference call. Lantas, apa gunanya kuliah? Kuliah itu mengajarkan kita bagaimana caranya belajar, berpikir, dan bekerja. Seperti bagaimana kita menyelesaikan masalah, metodenya itu yang dipelajari, bukan ilmu pastinya. (ASB)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!