Tips Sukses Membangun Bisnis Fashion Muslim Berdaya Saing di Tingkat Global ala Jenahara Nasution dan Rani Widiastuti
Dalam beberapa tahun terakhir, industri fashion khususnya busana muslim Tanah Air menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini ditandai dengan peningkatan kinerja ekspornya dan kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.
Data Badan Pusat Statistika (BPS), nilai ekspor fashion Januari-Juni 2019 mencapai US$ 6,62 miliar. Pada Triwulan I 2019 sektor industri fashion tumbuh 23,21% dengan memberikan kontribusi 0,97% terhadap PDB nasional. Berdasarkan State of the Global Islamic Economic 2018-2019 konsumsi fashion muslim Indonesia mencapai US$ 20 miliar, sementara konsumsi fashion muslim dunia mencapai US$ 270 miliar. Hal ini menunjukkan peluang pasar yang besar yang dapat digarap oleh industri fashion muslim dalam negeri.
Peluang bisnis fashion muslim di Indonesia sangat besar, hal tersebut mendorong lahirnya para desainer muda untuk turut menjajal meluncurkan produk barunya di bisnis fashion muslim Indonesia. Desainer fashion muslim harus memiliki strategi yang tepat baik dalam aspek bisnis, desain, dan branding, sehingga dapat mengembangkan bisnisya serta mampu bersaing di pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Populasi umat muslim Indonesia mencapai 88% dari jumlah penduduk dan diproyeksikan pada tahun 2030 jumlah penduduk muslim Indonesia mencapai 283,83 juta jiwa. Kondisi ini tentunya akan meningkatkan jumlah kebutuhan fashion muslim nasional.
Salah satu upaya menjadikan kiblat fashion muslim dunia, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Republik Indonesia menggelar Kompetisi Modest Fashion Project (MOFP) 2019. MOFP merupakan sebuah kompetisi desain fashion yang tidak hanya berfokus pada konsep desain produk fashion muslim, namun juga konsep bisnis yang akan diterapkan. Berbeda dengan kompetisi desain pada umumnya, Modest Fashion Project merupakan kompetisi yang para finalisnya akan mendapatkan coaching dan pelatihan tentang bisnis dan industri fashion.
Upaya lainnya agar Indonesia dapat menuju target tersebut, Kemenperin juga menggandeng keberadaan industri manufaktur tekstil hingga produk tekstil (TPT) dari hilir hingga hulu. Selain itu juga melibatkan Perguruan Tinggi, untuk melahirkan desainer muda kreatif.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, Program Studi Rekayasa Tekstil (Relateks) Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, berinisiatif melaksanakan webinar dengan tema “Sukses Membangun Bisnis Fashion Muslim Berdaya Saing Ditingkat Global: Inspirasi Milenial”. Webinar ini dilaksanakan paada 19 Agustus 2020 dengan 2 narasumber yaitu Jenahara Nasution yang merupakan Fashion Desainer Muda, Creative Director Label Jenahara, dan Pendiri Hijabers Community Indonesia; dan Rani Widiastuti (Owner Nadira Hijab) yang merupakan Alumni Rekayasa Tekstil 2007.
Webinar ini dihadiri oleh lebih dari 170 peserta dengan media zoom dengan latar belakang yang berbeda seperti Lulusan SMA/SMK sederajat, Guru, Dosen, Praktisi dan Umum. Jenahara menyampaikan kisah inspiratifnya mengenai awal mula ia mendirikan label Jenahara. “Jaman dulu saya mendirikan Jenahara, trendnya belum seperti sekarang yang wanita berhijab sudah menjadi hal yang umum bahkan fashionable,” ungkapnya “Jadi itu pula yang memotivasi saya untuk mendirikan Hijabers Community Indonesia” lanjutnya.
Rani juga mengungkapkan awal mula ia membangun usahanya yang bernama Nadira Hijab. “Awalnya saya hanya reseller BRShoes, bisa mencapai target sekian ribu dalam satu batch, dari modal itu lah saya mendirikan label sendiri yang target pasarnya adalah emak-emak,” kata Rani. Sesi tanya jawabpun berlanjut dengan mengulik manis-pahitnya usaha yang dirintis dari kedua narasumber.
“Yang penting itu kita niat mau memberikan manfaat. Bekal selama saya kuliah di Rekayasa Tekstil itu berguna sekali selama saya berbisnis di dunia fashion. Saya sudah tahu material atau bahan yang bagus, dan tidak mudah ditipu orang tentang harga dan bahan di pasaran, karena sudah dapat ilmunya saat kuliah di Rekayasa Tekstil dulu,” ungkap Rani.
“Saya memulai usaha awalnya dari pinjaman teman, yang akhirnya teman saya menjadi partner kerja saya, dan pinjaman itu sesuai dengan kemampuan kita, jadi kita tidak akan terbebani nantinya,” terang Jenahara. (Red. JI/FNH)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!