Kuliah Tamu: Inovasi dan Perkembangan Teknologi Serat Rayon Viskosa (Selulosa)

Untuk melengkapi perkuliahan dengan pengetahuan dan pengalaman profesional, Program Studi (Prodi) Rekayasa Tekstil UII menyelenggarakan kuliah tamu. Agenda ini diisi oleh akademisi dan praktisi dari luar kampus. Selain diperuntukkan bagi dosen dan mahasiswa di lingkungan prodi, kuliah tamu terbuka untuk umum. Pada semester ganjil 2020/2021, kuliah tamu pertama telah dilaksanakan hari Kamis (18/11/21) melalui Zoom Meeting dan YouTube Live Streaming. Bertindak sebagai pemateri adalah Ngudi Nugroho Fadhol, S.T. selaku Business Development Textile Manager and Protective Wear, South East Asia and Oceania Region, Lenzing Group.

Sejumlah product brand hasil regenerated cellulose fiber dari Lenzing Group.

“Saya berawal dari sama seperti mahasiswa sekarang, dulu masih jurusannya Teknik Kimia dan saya mengambil Kimia Tekstil,” kata Pak Ngudi mengawali pemaparannya. Berdasarkan data, konsumsi serat tekstil di tingkat global tahun 2020 sekitar 98,2 juta ton dengan 64% terdiri dari serat sintetis dan 23,2% adalah serat selulosa dari kapas (cotton). Untuk serat selulosa dari bahan kayu (regenerated cellulose fiber) sekitar 6,7% dan di sini Lenzing Group bagian di dalamnya. Ada tiga generasi regenerated cellulose fiber di Lenzing Group, yaitu viscose, modal, dan lyocell.

Bahan baku kayu, bagaimana nanti hutannya? Perusahaan hanya menggunakan hutan yang sudah tersertifikasi, yaitu hutan industri. Hutan industri merupakan hutan yang sengaja ditanam untuk ditebang dan dimanfaatkan untuk kebutuhan industri. Dalam aplikasinya, serat selulosa berbahan kayu dapat menjadi berbagai produk sandang, seperti denim, pakaian dalam, pakaian olahraga, pakaian tidur, sofa, karpet, selimut, handuk, dll. Untuk nonwoven, bisa jadi face mask, popok bayi, tisu, pembalut, lap, dll. Lalu untuk industri, bisa digunakan sebagai packaging.

Perbandingan daya serap air pada polyester, cotton, dan lyocell.

Proses produksi serat dilakukan dengan mengambil selulosa dari batang pohon menjadi bubur kayu (wood pulp) sebanyak 40%. Kemudian sisanya 10% jadi produk biorefinery seperti cuka dan xylose (pemanis buatan). Lalu sisa 50% seperti kulit kayu, lignin, dan resin (black liquor) masih bisa digunakan sebagai sumber energi yang secara tidak langsung mengurangi penggunaan batu bara. “Perlu digarisbawahi bahwa cellulose itu akan berubah ketika kondisi basah. Untuk cotton, ketika dibasahi akan meningkat kekuatannya. Tetapi regenerated cellulose, ketika kondisi basah itu malah akan turun karena ada perbedaan struktur kimia di sana,” terang Pak Ngudi.

Jika dibandingkan antara wool, cotton, polyester, dan lyocell, diketahui sejumlah perbedaan. Di antaranya, permukaan lyocell dan polyester sama-sama lembut dan mulus, tapi daya serap air pada lyocell lebih baik daripada polyester. Air hanya menyentuh permukaan serat pada polyester, air dapat masuk ke dalam serat pada cotton, dan pada lyocell (Tencel) dengan struktur nano-fiber, air dapat terserap lebih efisien karena penampang serat lebih luas. Saat berkeringat, pakaian lebih cepat kering sehingga mampu mengurangi laju pertumbuhan bakteri. Berikutnya, lyocell dan wool sama-sama mampu menyerap air, namun permukaan wool lebih kasar.

Selengkapnya: Kuliah Tamu Prodi Rekayasa Tekstil UII Seri 1 (2021/2022)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *